Tuesday, April 29, 2014

LICIK!

-LICIK!-




“Lo kira ini Sherlock Holmes atau Detektif Conan?”
“HA HA HA HA” ruangan temaram dipenuhi tawa mencekam.
Di hadapan mereka yang tertawa, duduk seorang pria yang tak lagi berbaju. Rambutnya bercampur keringat hingga basah. Mukanya legam ke-ungu-an bersanding ke-merah-an darah. Namanya Pongah, simpatisan partai urutan 2 dari bawah.

“Kami memang selalu lebih cerdas dari kalian!”
“BUGGG!!” sekepal tangan mendarat di pipi kanan Pongah. Entah siapa dari ke-5 orang itu yang meninju Pongah.
“Kalo memang begitu, ceritakanlah bagaimana kalian mengganti kotak suara sementara semua mata tak berkedip dari kotak suara tersebut”

Semua tawa dan kekacauan mendadak sirna. Mereka tidak percaya Bos mereka mau meladeni kegilaan Pongah yang anta. Mendengar semua alasannya sama seperti mendengar keyakinan Darwin akan asal muasal manusia. Ya, monyet.
“semua mata memang tidak berkedip saat pemilihan berlangsung.” Pongah mulai bercerita, lantang bicara walau wajah luka-luka.
“Tapi bagaimana dengan beberapa jam sebelumnya? beberapa hari sebelumnya? Bahkan beberapa minggu sebelumnya?” lanjutnya.
Semua tercengang. Mereka baru sadar bahwa apapun bisa terjadi di waktu sebelum “perang”, apa saja mungkin direncanakan untuk bisa menang.
“Maksud lo, banyak rencana lo yang kami gak tahu?” Bos bertanya yang sesungguhnya tau apa jawabnya.

“maaf, sudah membuat kalian terlihat bodoh”
“BUGGG!!” sekepal ta...
“BUGGG!!” ...ngan satu dan sekepal tangan lainnya mendarat di masing-masing pipi kanan dan kiri Pongah. Mukanya semakin memerah. Dari bibir dan hidung mengalir darah.
“SOMBONG!!” Bos semakin marah. Matanya tajam memandang Pongah. Keberanian Pongah berkata, membuat bos ingin menghabisnya sekarang juga. Bos berbalik badan. Memandang seorang algojo sebelah kanan. Memberi kode untuk menghabisi Pongah seperti setan. Seperti menyerah, bos terus berjalan. Sementara beberapa algojo siap mengambil gerakan.
“Kami telah menggandakan seluruh kotak suara dan surat suara” secepat kilat kalimat itu mencuat. Kalimat itu membuat algojo dan Bos mematung.
“Lanjutkan!” Perintah si Bos.
“Kami mendapatkan informasi yang sangat detail dari salah satu rekan di KPU. Kami tahu bagaimana bentuk kotak dan surat suara tersebut. Apa bahannya dan bagaimana mereka membuatnya. Kami segera menduplikat semua kertas suara sejumlah warga yang ada di tiap TPS, kemudian mencoblosnya tepat di partai kami. Kami masukan ke dalam sejumlah kotak suara sesuai dengan jumlah TPS. Kemudian kotak suara yang sudah berisi surat suara yang telah dicoblos, kami masukan ke dalam mobil pengangkut. Berkat kerja sama yang baik antara kami dengan petugas pengantar dan polisi pengiring, VOILAA... Kotak suara kamilah yang terangkut ke dalam mobil pengangkut KPU dan digunakan di setiap TPS.” Pongah bercerita dengan cepat dan antusias.

Bos dan semua orang di sana mengernyitkan dahi. Apa itu totalitas yang asli?. Melakukan cara apapun demi target suara terlampaui.
“saat pencoblosan berlangsung, setiap warga tetap memasukan surat suara mereka ke dalam kotak suara. Surat suara palsu dan asli tercampur bukan?” Bos menyangkal skeptis. Seolah mendapat celah dari kebodohan cerita Pongah yang literalis.
“Semua orang di sini tentu pernah melihat sulap sebuah kotak yang awalnya kosong, tiba-tiba muncul bola ataupun benda lain dari dalamnya, bukan?” Pongah menjelaskan dengan tetap tenang. Tetap antusias namun sedikit senang. Senang karena ternyata lawan bicaranya benar-benar bodoh bukan kepalang.

Semua diam. Semua seolah membayangkan sejenak tentang trik sulap kubus yang dijelaskan. Mereka tersenyum kelam. Mungkin malu karena baru kepikiran. Terdiamnya mereka seperti menggambarkan kalau semuanya sudah jelas tanpa kesalahan.
Namun, Bos kembali tidak mau kalah. Dia terus mencari celah. tak hilang akal. Sekali lagi, Bos menyangkal.
“Ahhhh... Jumlah surat suara. Jumlah surat suara yang kalian masukan, tentu tidak akan sama dengan daftar pemilih yang hadir saat itu. Kalian tidak akan bisa memperkirakan berapa orang yang hadir.”
Pongah terdiam sebentar. Bukan. Bukan karena dia tidak tahu jawaban. Melainkan karena dia ingin menikmati kepuasan. Kepuasan akan prediksi sangkalan yang keluar bagai pertanyaan. Dan tentu saja, Pongah sudah mempersiapkan penjelasan.

“Tentu kami tidak bisa memperkirakan berapa warga yang hadir ke TPS. Tapi kami bisa membuat daftar hadir palsu yang berisi paraf palsu berjumlah sama persis dengan jumlah surat suara yang ada di dalam kotak suara. Dan saat break makan siang, kami tukar dengan yang asli. Itulah keuntungan kami meletakan begitu banyak simpatisan untuk jadi panitia Pemilu”
“LICIK!” satu kata yang keluar dari mulut bos dipenuhi kegeraman.
“TRICK! Ini TRICK!. Setiap partai pasti LICIK. Hanya TRICK yang membedakannya” Pongah menjelaskan.
Bos memberikan kode kembali kepada algojo sebelah kanan. Dia pergi begitu saja seperti setan. Diiringi teriakan Pongah yang menggetarkan ruangan. 
“ARRRRGGGHHHHHHHHH........”


-The End-

Senyum dan Peluk




Malam ini saya menyaksikan wajah-wajah ceria yang sayup sayup juga terdengar ambiance kekecewaan. Paduan Suara Universitas Mercu Buana (Mercu Buana Choir), organisasi yang telah membesarkan “nama” saya (maaf, berlebihan) baru saja mengadakan audisi untuk tim kompetisi luar negeri, di Barcelona, Paris....

WAIT!! Kalian tidak perlu bilang “WOOWW” dulu. Di dunia paduan suara, kompetisi hingga ke belahan bumi Eropa tuh sangat “biasa”. Yang buat ini tidak biasa adalah, Compete to Europe is definitely the first experience for Mercu Buana Choir. Singakat cerita, lebih dari 50% dari anggota aktif tidak lolos audisi, dan lebih dari 20% dari mereka sudah berkali-kali tidak lolos audisi untuk kompetisi internasional. That underline statement is thing i concern the most.

Anda tahu yang mereka rasakan?
Anda tahu yang orang tuanya rasakan?

Wajah mereka sembab penuh kekecewaan, muram durja bagai tak ada lagi esok pagi. Sebagian dari mereka bahkan bukan orang-orang yang malas latihan. Vice versa, bahkan ada yang jauh lebih rajian latihannya dibanding yang lolos. Saya tidak tahu lagi, wejangan ataupun quote apalagi yang bisa menguatkan mereka. Saya tidak tahu lagi, seberapa erat pelukan yang bisa menenangkan mereka. Yang saya tahu, kekecewaan mereka melebihi ketinggian gunung kelud dan kedalaman laut cina selatan.

WAIT!! Bagaimana dengan yang lolos? Ya...... seperti kebanyakan, mereka tertawa sumringah, bersyukur dan bersukaria, we know that they deserve it. Tapi mereka ber-euforia berlebih hingga sebagian lupa,,,,,, bahwa banyak wajah yang tidak bisa menerima keceriaan mereka, atau paling tidak belum bisa ikut ceria akan “kemenangan” mereka.
Pada posisi ini, tentu kita akan canggung dan bingung harus bertingkah bagaimana. Dulu, saat saya belum menjadi alumni di sana, yang saya lakukan hanya memberikan senyuman tulus dan memeluk mereka yang tidak lolos. Kami berdua sama canggung, tapi kami pasti sadar, hanya itu yang bisa dilakukan.

Satu hal yang saya seringkali lakukan saat menang, selalu lebih dulu posisikan diri sebagai mereka yang tidak menang dan bersyukurlah sesederhana mungkin, jika ingin ber-euforia, cukuplah bersama mereka yang bernasib sama.
Buat teman-teman yang belum lolos, coba liat pengalaman 2 orang hebat ini:

Regina Indonesian Idol: 7 kali tidak lolos audisi Indonesian Idol, sekalinya lolos, Tuhan memberikannya tempat terbaik, yakni Juara.

Thomas Alpha Edison, penemu bola lampu yang pernah berkata “I have not failed. I’ve just found 10.000 ways that won’t work”


Semoga setiap kegagalan membentuk perspective yang baru bagi kita atas kesuksesan. Amin

Sunday, March 16, 2014

For Channel Sake!!


For Channel Sake!!



Berkali-kali Dara melirik ke arah profile picture BBM seorang laki-laki yang memiliki Display Name Boris Triyadi. Pria yang baru dikenalnya 1 jam lalu. Boris Triyadi, lelaki paruh baya berwajah sangar lantaran lekuk wajah tegas dengan jenggot, jambang dan kumis kasar yang menjalar saling berhubungan, ditambah  hiasan tahi lalat di sekitar hidungnya dan tompel di bawah telinga kirinya. Wajah itu membuat Dara mual dan ingin memuntahkan cheese burger yang baru saja dilahapnya. Namun, sunggingan bibir tak terelakan dari bibirnya yang berwarna merah jambu tatkala Dara melihat sebuah outlet Channel yang ada di hadapannya. Di sudut kiri pintu masuk toko tersebut terpampang sebuah tas merah jambu dengan keterangan “Discount 70%”.

Sebenarnya, 1 jam lalu, Dara hanya berniat makan siang di sebuah mall besar dan mewah di daerah Tomang yang memiliki hotel berbintang di atasnya. Pilihannya, selalu restoran burger yang berseberangan dengan outlet Channel. Dara memang Junkfood lover, makanya dia sering ke tempat tersebut. Tapi, ada alasan yang lebih dimuliakannya selain karena makanan sampah tersebut. Yakni, produk-produdk Channel dambaan di outlet yang berdiri mewah tersebut. Ya, Channel dambaan. Tepat ketika Dara menggigit burger yang dipegangnya, tulisan “Discount 70%” itu diletakan oleh petugas outlet. Mata Dara membelalak perlahan bak komang yang ingin keluar dari cangkangnya. Tubuhnya terkunci kuat, tak dihiraukannya lagi burger yang sudah berada 5 cm di depan giginya dan pelayan restoran yang berkali-kali memanggilnya “mbak..mbak..” untuk memberitahu bahwa burgernya telah jatuh di lantai. Sebuah tepukan di pundaknyalah yang bisa menyadarkan dan membuka gembok pengunci tubuhnya. Dara harus memesan burger yang baru sambil terus mencari cara bagaimana supaya dia bisa mendapatkan tas Channel discount-an tersebut dengan cepat agar tidak didahului orang lain.

Dara memang pecinta tergila untuk produk-produk Channel. Lantaran melihat discount itulah, kini Dara berhadapan dengan Pak Boris Triyadi. Kontak BBM Pak Boris didapatnya dari kawan yang sudah mengenalnya sejak lama. Dara harus menemuinya 15 menit lagi, sesuai janjinya di BBM sejam lalu. Sebenarnya, tidak rela ia bertemu dengan Pak Boris. Berkali-kali ia memandang foto Pak Boris, berkali-kali pula ia ingin muntah. Membayangkan 15 menit yang akan datang membuatnya tak mampu berdiri. Tapi ironis, melihat tas Channel discount-an 70% justru membuatnya ingin segera berdiri. Akhirnya, kekuatan pikiran yang membuatnya ingin segera berdiri tersebut dialiri ke saraf tangan dan kakinya hingga jari-jarinya berhasil digerakkan dan kakinyapun berhasil terangkat. Dara meninggalkan restoran burger.

Sambil berjalan, Dara terus menengok ke arah tas Channel merah jambu discount-an 70 %. Di kepalanya hanya ada Pak Boris dan tas Channel. Ketika matanya melihat jalur berjalannya, dia memikirkan Pak Boris, ketika menengok ke outlet Channel dan berdoa supaya tidak keburu dibeli orang, dia memikirkan tas Channel merah jambudiscount-an 70 %. Begitupun seterusnya, Pak Boris - Tas Channel merah jambu - Pak Boris - Tas Channel merah jambu - Pak Boris - Tas Channel merah jambu – Lift.

Dara menekan tombol 19. Sambil menunggu lift terbuka, dia terus membayangi Pak Boris dengan wajah penuh kernyit dan terus ingin mual. Tapi kemudian dia sadar yang ditandai dengan sunggingan bibir, bahwa hanya Pak Borislah yang bisa membuatnya mendapatkan Tas Channel merah jambu discount-an 70% dengan cepat. Tanpa perlu menunggu tabungannya terisi selama setahun sesuai harga tas Channel tersebut. Tanpa perlu mengikuti kontes modelling yang prosesnya bulanan dan belum tentu menang. Tanpa perlu korupsi yang memang bisa membuatnya memiliki tas Channel merah jambu namun dipakainya dalam jeruji besi. Lift terbuka, Dara berjalan di koridor hotel berbintang tersebut untuk mencari kamar nomor 07. Dara kembali menyunggingkan bibirnya saat membandingkan ketiga cara tadi dengan cara yang sebentar lagi akan dilakukannya. Dia hanya perlu berjongkok di hadapan selangkangan Pak Boris dan mengangkang selama sejam. Tambah tengkurap dan kemungkinan menungging,
“Cuma perlu gitu kok, apa susahnya?”,
retoris tersebut berusaha disematkan dalam otaknya agar dia bisa melawan segala mual dan kernyitan di wajah. Itu semua, demi tas Channel merah jambu discount-an 70%.

Dara sudah berada tepat di hadapan kamar 07, dia mengetuk. Baru saja ia ingin mengetuk untuk kedua kalinya, pintupun terbuka. Dara menunduk dan gugup bukan kepalang. Dara mengumpulkan keberanian untuk melihat sosok laki-laki di hadapannya itu. Dara telusuri dari mulai kakinya yang kokoh dipenuhi bulu, lututnya terlihat lebih hitam dari kakinya, handuk putih menggantung dari lutut hingga ke 5 cm di bawah bodong pusarnya. Bulu-bulu halus menjalar dari bawah pusarnya hingga ke perutnya yang membuncit, ke dadanya yang dihiasi 2 pentil berwarna hitam. Lehernya terbentuk gundukan jakun besar yang berkali-kali naik dan turun mengikuti irama air liur yang ditelan lantaran nafsu. Bulu-bulu kasar mulai terlihat di dagunya dan sekitar pipinya. Dara sudah semakin menegakkan wajahnya ketika sepasang mata Dara berhadapan persis dengan sepasang mata laki-laki di hadapannya.
“Papah!”
“Dara!”

Pertemuan Dara dan Papanya untuk pertamakali sejak 10 tahun lalu berpisah.

-fin-

Friday, January 10, 2014

Berziarah, Holiday Jasmaniah

Berziarah, Holiday Jasmaniah




Bapak adalah sosok penjaga dan pelindung yang Tuhan kirimkan untuk saya dan kalian. Bapak adalah guru terbaik bagi saya dan kalian ketika jam sekolah usai. Bapak jugalah sosok yang paling terpukul ketika saya dan kalian salah bergaul. Lalu, bagaimana jika sosok itu telah tiada ?

Sedikit cerita,  Bapak saya meninggal dunia pada Oktober 2006 karena kecelakaan di Medan - Sumatera Utara, sedangkan kami tinggal di Bekasi. Ketika itu kondisi keuangan keluarga tengah sulit sehingga begitu banyak hambatan yang membuat saya dan kedua adik saya tidak bisa ikut “terbang” ke sana. Hanya mama dan ketiga kakak saya yang berangkat. Mungkin sangat sulit diterima akal sehat kalian ketika mendengar saya dan kedua adik saya belum juga melihat makam Bapak hingga 7 tahun 2 bulan kemudian (saat ini).

Rasanya, tidak berlebihan jika Perjalanan Ziarah ke Makam Bapak menjadi Perjalanan Spiritual yang luar biasa bagi kami bertiga untuk melepas dahaga rindu padanya sekaligus liburan di Sumatera Utara, kampung halaman kami. Jika Tuhan mengijinkan, ingin sekali saya dan kedua adik saya mendapatkan kesempatan tersebut.

Membersihkan makam Bapak dan mengunjungi rumah sanak saudara sambil kembali merasakan berbagai ritual adat keluarga besar di Sidikalang (kampung halaman), kemudian dilanjutkan dengan rekreasi pemulihan diri dengan menghirup udara segar pulau samosir dan menaiki sampan di danau toba, hingga menjelajahi objek wisata di Tapanuli Tengah, seperti memanjakan mata dengan melihat konservasi terumbu karang di perairan Pulau Mursala serta menyaksikan keindahan Tapanuli Tengah dari Bukit Anugerah.


Sekali lagi, jika Tuhan mengijinkan, rencana liburan sekaligus Ziarah tersebut akan menjadi Best Holiday Plant ever untuk saya, kedua adik saya, demi Bapak.

Thursday, January 2, 2014

Resolusi Baru, Harapan Baru

Jumat, 3 Januari 2014

Mungkin agak telat untuk memposting tentang resolusi baru di tahun baru 2014 ini. Tapi, kesalahan terbesar adalah ketika kita tidak sama sekali melakukannya. Jadi, mending dikerjakan walau terlambat daripada tidak sama sekali.
Di sini saya akan menjabarkan beberapa resolusi 2014 yang pasti tidak penting bagi kalian. Tapi pasti penting bagi saya. Cerita ini hanya fakta semata, tidak ada fiktif belaka. Jika ada kesamaan persepsi atau kondisi dan resolusi, berarti kita memiliki kesamaan tujuan hidup. (Gak juga lah venn…. -_-)
Oke. Here they are :

 1.     Posting blog minimal 2 hari 1 postingan.
Malas menulis adalah penyakit yang terparah bagi seorang Copywriter. Itu mengapa, saya jadikan ini sebagai resolusi penting tahun ini. Saya akan memulainya di bulan Januari ini. Dan ini menjadi postingan pertama saya untuk resolusi ini. Oiya, kenapa bukan 1 hari 1 postingan ? hmm… saya gak mau over promise dan berlebihan. Saya tahu saya malas menulis. Sudah pasti gagal kalo saya ber-resolusi demikian.

2.    Membaca buku minimal 2 buku sebulan.
Hmmm… Baca buku juga merupakan penyakit parah yang di-idap seorang Copywriter. Pandai berkomunikasi dan mengkritisi (dalam arti positif) argumentasi akan didapat jika banyak membaca buku (sebenernya baca buku elektronik juga bisa sih.. Tapi, to be a real reader, you must have a real book. Sama supaya mata gak cepat rusak juga sih..)

3.    Lolos Finalist Daun Muda Award 2104.
Saya rasa ini resolusi tersulit yang saya buat. Tapi dengan begitu,usaha yang akan saya fokuskan padanya akan lebih besar (asek..)

4.    Jadi Running Man
Maksudnya, bisa Running/Jogging sih.. hehe. Minimal seminggu 3 kali. Kalo bisa sih… Running to Work (Jogging to work), it would be better and cool. Mudah-mudahan yang ini bisa terlaksana dengan baik DAN LANCAR.

ehhh... ada bos dateng.
That’s all…. God bless me and you

Thanks :D

Sunday, December 8, 2013

Profesi Baru Ini Bernama Agen Misi Kebudayaan



Menjadi bagian dari kelompok Paduan Suara Mahasiswa (PSM) adalah berkah sekaligus sentilan emas yang pernah saya dapatkan. Berkah, karena saya dapat menyalurkan hobi menyanyi, dan ‘sentilan’ karena begitu banyak kebudayaan Indonesia yang baru saya kenali setelah menjejaki kegiatan PSM baik Nasional maupun Internasional. Hampir empat tahun meniti “profesi” sebagai penyanyi paduan suara telah menempatkan saya menjadi seorang yang tidak lagi apatis, tidak lagi kecewa, tidak lagi diam terhadap negeri ini.
Tak dapat dipungkiri, dunia paduan suara Indonesia mendapatkan posisi tinggi pada setiap kompetisi internasional, namun seringkali mereka sulit mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar seperti orang tua, dosen, teman-teman, bahkan pemerintah. Bangsa-bangsa di luar sana saja mengagumi ke-elok-an kebudayaan kita, mengapa kita tidak ? Perlu adanya kesadaran holistik dalam mendukung paduan suara kita, khususnya dalam membawakan lagu-lagu folklore, setiap kalangan harus bersatu padu menyukseskan setiap pertunjukan seni dan kebudayan, baik sebagai pelaku, penyelenggara, pemberi donatur, ataupun penonton demi identitas bangsa kita.

Tak Melulu “Kaku”
Jika semasa Sekolah Dasar kelompok aubade diwajibkan melipat jemari kedua tangan dengan jemari kiri berada di bawah dan diletakan di pinggang sebelah kanan, maka semasa kuliah akan sama sekali berbeda. Choirs are beyond my experience. Setelah saya melihat promosi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Universitas Mercu Buana saat masa Dunia Kampus dulu, saya terkejut dimana kelompok paduan suara tersebut menyanyikan lagu-lagu daerah dengan aransemen menarik dan tarian yang tak gampang. Sangat menarik sekaligus menyentil saya yang baru mengetahui kalau lagu yang mereka nyanyikan adalah lagu daerah setelah sang pemandu acara menyebutkannya. Ada Don Dap-Dape dari Bali, Luk-Luk Lumbu dari Banyuwangi, Marencong dari Bugis dan Tak Tong-Tong dari Minang. Penampilan mereka benar-benar di luar ekspektasi saya kala itu, hal itupun sontak menggugah sanubari saya untuk bisa menjadi bagian dari mereka dan turut serta melestarikan berbagai kebudayaan luhur yang menghiasi wajah pertiwi ini. Setelah serangkaian audisi dan resmi menjadi anggota paduan suara, pikiran saya terbuka bahwa ternyata masih banyak kalangan di Indonesia yang peduli akan peninggalan luhur, identitas bangsa, yang kita sebut kebudayaan. Pada setiap penampilan, kami diwajibkan menghapal lagu-lagu daerah dengan aransemen kontemporer dan gerakan-gerakan tari yang mendukung tiap syair di dalamnya. Sebuah pengalaman mengejutkan karena saya terbilang kaku dalam menari. Tapi tak pernah menyurutkan semangat saya untuk terus berlatih dan komitmen akan salah satu cara pelestarian budaya di tengah-tengah pemuda ini. Pernah suatu kali kami menampilkan lagu Tak Tong-Tong aransemen Ega O. Azarya dengan tarian yang mengharuskan kami menekuk lutut hingga hampir menyentuh lantai dengan tangan di atas kepala (seperti gerakan bela diri Minangkabau), kemudian diberikan sentuhan atraksi oleh koreografer yang juga mengharuskan salah seorang teman kami diangkat tinggi. Aransemen lagu yang menantang ditambah koreografi apik, membuat penonton tak segan berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah terhadap kami. Apresiasi itulah yang membuat kami tak henti merekahkan senyuman hingga meneteskan air mata. Dan yang pasti, enggan menghentikan “profesi” ini, Agen Misi Kebudayaan.

Ternyata, Tak Melulu Mulus
“Seleksi alam” anggota seringkali terjadi pada sebuah organisasi atau kelompok. Tapi, siapa sangka jika seleksi alam yang terjadi di paduan suara kampus kami justru karena jenis kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh orang di dalamnya, yakni menari dan menyanyi, yang berimplikasi pada timbulnya stigma negatif bahwa anak laki-laki paduan suara cenderung ke-wanita-wanita-an atau bahasa kasarnya “banci” atau lemah. Karena hal itulah, anggota paduan suara angkatan 2010 yang awalnya berjumlah 33 orang, berkurang menjadi 23 orang hanya dalam kurun waktu 3 bulan. Mereka tidak ingat dengan jenis kebudayaan apa yang di-klaim oleh negara Malaysia, sebagian besarnya adalah lagu-lagu daerah dan tari-tarian. Lagu rasa sayange, soleram, injit-injit semut, kakak tua, anak kambing saya, hingga jali jali, sedangkan tari-tarian seperti tari pendet, tari piring, hingga tor-tor [1]
Masalah lain juga ikut menggerogoti perjalanan kami, yakni kesenjangan antara waktu latihan dan ijin orangtua serta dosen. Tidak sedikit orang tua kami yang mengatakan “kamu mama kuliahin untuk belajar, bukan latihan paduan suara terus” yang berujung pada tidak diperbolehkannya anak-anak mereka untuk latihan. Tak ayal, dosen kamipun mengatakan hal senada ketika kami memberikan surat ijin untuk mengikuti kegiatan paduan suara, “kampus tempat kalian kuliah, bukan ber-paduan suara”. Bapak Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa kebudayaan berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Maka mereka (orangtua dan dosen) yang mengatakan demikian sama sekali tidak menghargai zaman dan alam, berarti tidak menghargai perjuangan manusia. Saya yang kala itu menjabat sebagai ketua hanya bisa memotivasi anggota untuk kembali menghayati apa yang selama ini kita lakukan dan untuk siapa pengorbanan ini kita persembahkan. Ya, Indonesia. Mungkin, masalah-masalah tersebut pula yang bersemayam di banyak kelompok paduan suara di dunia, maka itulah saya menulis esai ini.

Tak Melulu Kalah
Saya yakin, tahun 2011 lalu sebagian dari kita geram melihat kekalahan telak Tim Nasional U-19 ketika melawan Vietnam, yakni dengan skor 1-6, padahal Negara Vietnam merdeka jauh setelah Indonesia merdeka. Saya yakin pula, hampir semua masyarakat Indonesia teriris melihat kekalahan telak Timnas dalam menghadapi Club sepak bola dunia seperti Arsenal (7-0), Liverpool (2-0),dan Chelsea (8-1). Parahnya, pemuda-pemudi kita semakin geram ketika masyarakat Malaysia mengejek Indonesia dengan “sadis” di youtube dan blog, jelas karena Malaysia hanya kalah 1-2 dengan Arsenal. Saya tidak bermaksud membandingkan prestasi tersebut dengan prestasi paduan suara di Indonesia. Saya hanya memberikan gambaran bahwa ada sekelompok orang yang berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan sangat “menyengat” di ranah dunia dan ini wajib dibanggakan. Paduan suara Mercu Buana, Undip dan Unhas berhasil meraih Platinum untuk kategori Folklore pada Xinghai Prize International Choir Championship di Guangzhou - Cina, Paduan Suara Unpad dinobatkan sebagai juara Grand Prix pada 48th Montreux Choral Festival di Montreux – Swiss, Batavia Madrigal Singers yang menjadi pemenang pada International May Choir Competition Prof. Georgi Dimitrov di Varna – Bulgaria, yang merupakan bagian dari European Grand Prix (kompetisi paduan suara tersulit di dunia), prestasi yang saya sebutkan adalah di tahun 2012. Dan sejak dahulu, hampir tidak ada paduan suara Indonesia yang berkompetisi di luar negeri namun tidak menyumbangkan medali untuk Indonesia. Pakaian tradisional yang kami kenakan ketika berkompetisi Internasional pun menjadi incaran kamera para penonton. Pernah ketika saya bersama paduan suara Mercu Buana di Cina dengan mengenakan pakaian tradisional Bali, peserta dari negara lain memperhatikan kami dengan penasarannya dan pada akhirnya mengajak kami berfoto bersama. Mereka bilang “Your dress is beautiful and unique”, sontak perkataan mereka menghilangkan semua penat dan masalah yang pernah timbul di kala proses latihan kami. Tidak ada rasa malu ketika mengenakan pakaian tradisional di sana, yang ada hanya kebanggaan bahwa karya leluhur yang kami tampilkan di sana (luar negeri) membawa nama harum bangsa. Yang kami takutkan justru rasa malu yang timbul kala kebudayaan tersebut ditampilkan di negeri sendiri. Kenapa ? karena seringkali pertunjukan paduan suara di Indonesia mendapatkan apresiasi kerdil dari penontonnya, sudah jadi rahasia umum bahwa banyak warga kita, khususnya pemuda yang kurang mencintai seni dan kebudayaan Indonesia. Mereka lebih memilih menyaksikan konser Super Junior dengan tiket termurah Rp. 550.000 dibandingkan konser yang berisi lagu-lagu dan tarian daerah namun dengan tiket Rp. 50.000. Mungkin minimnya apresiasi tersebut karena sifat orang tua dan dosen-dosen kami yang memadang sebelah mata kegiatan seni dan kebudayaan ini.

Karena Profesi Kami, Agen Misi Kebudayaan
Jika melihat track record paduan suara di Indonesia, maka seyogyanya pemerintah memberikan perhatian penuh juga kepadanya, tidak melulu mengalokasikan dana besar untuk sepak bola nasional yang memungkinkan timbulnya benih korupsi. Karena selama ini saya merasakan bahwa pemerintah tidak sepenuh hati memberikan perhatian terhadap seni dan kebudayaan, mereka memberikan bantuan dana melalui Kemendikbud tidak hampir 50% dari total dana minimum kami selama di luar negeri, sisanya ? usaha sendiri. Selain itu, ketidakhadiran mereka dalam acara seni dan kebudayaan tersebut cukup melukai kami secara mental, seperti memberi sogokan beberapa rupiah pada anak kecil untuk mau ditinggal di rumah sendirian. Padahal dukungan itu harus diberikan secara komplit, tidak hanya materi tapi juga mental. Pemuda Indonesia jangan menganggap remeh mereka yang berlatih lagu dan tarian daerah, realitanya adalah mereka lebih berprestasi dibandingkan yang hanya kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Mahasiswa juga tidak hanya memiliki olah pikir dan olah raga saja, tetapi juga olah rasa yang bisa kita implementasikan kepada karya-karya leluhur. Pemuda wajib mencintai kebudayaan di saat yang tepat, yakni setiap hari, tidak hanya di saat kebudayaan kita diklaim oleh negara lain saja. Jika dalam lingkungan Universitas Mercu Buana saja yang berisi 18.695 mahasiswa aktif hanya 55 orang (jumlah anggota aktif paduan suaranya) yang percaya diri dan konsisten melestarikan kebudayaan Indonesia, maka bisa dibayangkan berapa mahasiswa yang berontak bahkan memaki Malaysia ketika pengklaiman terjadi. Jawabannya 18.640 mahasiswa. Mereka berontak karena sadar akan ketidakmampuan menjaga kebudayaan bangsanya, mereka malu dan melampiaskannya kepada pemerintah. Berikan keleluasaan berekspresi dan berprestasi bagi insan seni dan kebudayaan, perbanyak gedung-gedung pertunjukan agar tidak hanya Usmar Ismail, Gedung Kesenian Jakarta dan Teater Tanah Airku saja yang bagus, itupun biaya sewanya sangat mahal, wajibkan setiap instansi pendidikan untuk memiliki kelompok seni dan kebudayaan yang aktif dan jangan lagi pandang negatif, wajibkan pula seluruh pegawai dan petinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghadiri setiap undangan sekolah atau mahasiswa. Rencanakan promosi terpadu untuk setiap kelompok seni yang akan tampil di dalam maupun di luar negeri, kemudian berikan apresiasi tinggi bagi kelompok seni yang mendapatkan prestasi di luar negeri, termasuk dana pendidikan bagi mahasiswa.
Perlu digarisbawahi, kami anggota paduan suara mahasiswa tetap bercita-cita sesuai dengan keinginan awal memasuki program studi di universitas, sebagai Hakim, Ahli Pajak, Reporter, Psikolog, Desainer, Dokter dan lain sebagainya. Namun, tidak kami sesali bahwa profesi kami menjadi ganda setelah menjajaki dunia berpaduan suara yang penuh dengan Tridaya (Cipta, Karya, dan Rasa) terhadap seni dan kebudayaan bangsa, karena profesi kami adalah Agen Misi Kebudayaan.



Daftar Pustaka

http://mercubuana.ac.id diakses pada 17-8-2013 pukul 16.00


Monday, November 11, 2013

BRAND NAME

Saya mau sedikit Narsis.
Narsis dalam menampilkan hasil olahan
Olahan simple dalam kata-kata
untuk sebuah Brand Name.

Deskripsi produknya seperti ini :

Jenis produk : Makanan
Kategori produk : Nugget-nugget'an dan Sosis.
Distribusi : Luar Negeri. Termasuk Amerika dan Eropa.
SES : A & B

Dari informasi singakt itu, saya buatlah nama brand seperti di bawah ini.
Mohon jangan fokus pada LOGO nya. Karena itu hanya PERCOBAAN. Dan
You know, never good in design. LOL

Oiya, tadinya mau saya upload ke Tumblr saya yang berisi Portofolio saya
--> http://thousandseven.tumblr.com/
Tapi, saya kurang puas sama hasil ini, akhirnya saya DELETE ari tumblr porto sya.
Check this out, dan kalo bisa comment ya, untuk pilih mana yang terbaik. Makasih :D