-LICIK!-
“Lo
kira ini Sherlock Holmes atau Detektif Conan?”
“HA
HA HA HA” ruangan temaram dipenuhi tawa mencekam.
Di
hadapan mereka yang tertawa, duduk seorang pria yang tak lagi berbaju. Rambutnya
bercampur keringat hingga basah. Mukanya legam ke-ungu-an bersanding
ke-merah-an darah. Namanya Pongah, simpatisan partai urutan 2 dari bawah.
“Kami
memang selalu lebih cerdas dari kalian!”
“BUGGG!!”
sekepal tangan mendarat di pipi kanan Pongah. Entah siapa dari ke-5 orang itu
yang meninju Pongah.
“Kalo
memang begitu, ceritakanlah bagaimana kalian mengganti kotak suara sementara
semua mata tak berkedip dari kotak suara tersebut”
Semua
tawa dan kekacauan mendadak sirna. Mereka tidak percaya Bos mereka mau meladeni
kegilaan Pongah yang anta. Mendengar semua alasannya sama seperti mendengar keyakinan
Darwin akan asal muasal manusia. Ya, monyet.
“semua
mata memang tidak berkedip saat pemilihan berlangsung.” Pongah mulai bercerita,
lantang bicara walau wajah luka-luka.
“Tapi
bagaimana dengan beberapa jam sebelumnya? beberapa hari sebelumnya? Bahkan
beberapa minggu sebelumnya?” lanjutnya.
Semua
tercengang. Mereka baru sadar bahwa apapun bisa terjadi di waktu sebelum
“perang”, apa saja mungkin direncanakan untuk bisa menang.
“Maksud
lo, banyak rencana lo yang kami gak tahu?” Bos bertanya yang sesungguhnya tau
apa jawabnya.
“maaf,
sudah membuat kalian terlihat bodoh”
“BUGGG!!”
sekepal ta...
“BUGGG!!”
...ngan satu dan sekepal tangan lainnya mendarat di masing-masing pipi kanan
dan kiri Pongah. Mukanya semakin memerah. Dari bibir dan hidung mengalir darah.
“SOMBONG!!”
Bos semakin marah. Matanya tajam memandang Pongah. Keberanian Pongah berkata,
membuat bos ingin menghabisnya sekarang juga. Bos berbalik badan. Memandang
seorang algojo sebelah kanan. Memberi kode untuk menghabisi Pongah seperti
setan. Seperti menyerah, bos terus berjalan. Sementara beberapa algojo siap
mengambil gerakan.
“Kami
telah menggandakan seluruh kotak suara dan surat suara” secepat kilat kalimat
itu mencuat. Kalimat itu membuat algojo dan Bos mematung.
“Lanjutkan!”
Perintah si Bos.
“Kami
mendapatkan informasi yang sangat detail dari salah satu rekan di KPU. Kami
tahu bagaimana bentuk kotak dan surat suara tersebut. Apa bahannya dan
bagaimana mereka membuatnya. Kami segera menduplikat semua kertas suara
sejumlah warga yang ada di tiap TPS, kemudian mencoblosnya tepat di partai
kami. Kami masukan ke dalam sejumlah kotak suara sesuai dengan jumlah TPS. Kemudian
kotak suara yang sudah berisi surat suara yang telah dicoblos, kami masukan ke
dalam mobil pengangkut. Berkat kerja sama yang baik antara kami dengan petugas
pengantar dan polisi pengiring, VOILAA... Kotak suara kamilah yang terangkut ke
dalam mobil pengangkut KPU dan digunakan di setiap TPS.” Pongah bercerita
dengan cepat dan antusias.
Bos
dan semua orang di sana mengernyitkan dahi. Apa itu totalitas yang asli?.
Melakukan cara apapun demi target suara terlampaui.
“saat
pencoblosan berlangsung, setiap warga tetap memasukan surat suara mereka ke
dalam kotak suara. Surat suara palsu dan asli tercampur bukan?” Bos menyangkal
skeptis. Seolah mendapat celah dari kebodohan cerita Pongah yang literalis.
“Semua
orang di sini tentu pernah melihat sulap sebuah kotak yang awalnya kosong,
tiba-tiba muncul bola ataupun benda lain dari dalamnya, bukan?” Pongah
menjelaskan dengan tetap tenang. Tetap antusias namun sedikit senang. Senang karena
ternyata lawan bicaranya benar-benar bodoh bukan kepalang.
Semua
diam. Semua seolah membayangkan sejenak tentang trik sulap kubus yang dijelaskan.
Mereka tersenyum kelam. Mungkin malu karena baru kepikiran. Terdiamnya mereka
seperti menggambarkan kalau semuanya sudah jelas tanpa kesalahan.
Namun,
Bos kembali tidak mau kalah. Dia terus mencari celah. tak hilang akal. Sekali
lagi, Bos menyangkal.
“Ahhhh...
Jumlah surat suara. Jumlah surat suara yang kalian masukan, tentu tidak akan
sama dengan daftar pemilih yang hadir saat itu. Kalian tidak akan bisa
memperkirakan berapa orang yang hadir.”
Pongah
terdiam sebentar. Bukan. Bukan karena dia tidak tahu jawaban. Melainkan karena
dia ingin menikmati kepuasan. Kepuasan akan prediksi sangkalan yang keluar
bagai pertanyaan. Dan tentu saja, Pongah sudah mempersiapkan penjelasan.
“Tentu
kami tidak bisa memperkirakan berapa warga yang hadir ke TPS. Tapi kami bisa
membuat daftar hadir palsu yang berisi paraf palsu berjumlah sama persis dengan
jumlah surat suara yang ada di dalam kotak suara. Dan saat break makan siang,
kami tukar dengan yang asli. Itulah keuntungan kami meletakan begitu banyak
simpatisan untuk jadi panitia Pemilu”
“LICIK!”
satu kata yang keluar dari mulut bos dipenuhi kegeraman.
“TRICK!
Ini TRICK!. Setiap partai pasti LICIK. Hanya TRICK yang membedakannya” Pongah
menjelaskan.
Bos
memberikan kode kembali kepada algojo sebelah kanan. Dia pergi begitu saja
seperti setan. Diiringi teriakan Pongah yang menggetarkan ruangan.
“ARRRRGGGHHHHHHHHH........”
-The
End-